MAKNA AKIDAH

 

Menjelaskan akidah islam yang benar dan mendakwahkannya merupakan kewajiban yang paling  utama karena akidah adalah jalan untuk mengenal Allah `azza wajalla, ia juga merupakan kewajiban pertama yang diemban oleh seorang hamba. Menjelaskan akidah adalah alasan dibalik kenapa para rasul `alaihimussalam diutus dan kitab-kitab diturunkan. Karena akidah, manusia terbagi mejadi dua golongan; pertama, orang-orang yang berbahagia dan kedua, orang-orang yang menderita. Karena akidah, surga dan neraka diciptakan. Dengan demikian, permasalahan akidah wajib menjadi perhatian yang serius apalagi di tengah tersamarkannya kebenaran dengan kebatilan dalam pandangan kebanyakan kaum muslimin.

Selain membahas tentang akidah perlu dibahas juga istilah-istilah yang erat hubungannya dengan pembahasan akidah yaitu istilah iman dan tauhid. 

PENGERTIAN AKIDAH

Akidah berasal dari kata Bahasa arab (العقيدة) yang diambil dari kata al-`Aqdu (العقد) yang memiliki arti menyatukan antara ujung sesuatu, mengikat  dan kuat. Adapun secara istilah akidah bermakna keteguhan dan komitmen hati dalam mengesakan Allah `azza wajalla serta dalam perkara-perkara yang wajib diyakini tanpa keraguan.

PENGERTIAN IMAN

Sedangkan iman (الإيمان) secara bahasa bermakna membenarkan dan bermakna pokok keamanan yaitu (berupa) ketenangan jiwa dan hilangnya ketakutan. Adapun secara istilah iman berarti membenarkan  secara mutlak apa yang dikabarkan oleh Allah `azza wajalla dan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam  yang disertai dengan pengakuan, kedamaian jiwa, penerimaan dan ketundukkan. 

Syaikul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah mengatakan: “…iman itu walaupun mengandung makna membenarkan tidak berarti bahwa iman hanya sekedar membenarkan, tapi ia harus disertai dengan pengakuan dan kedamaian (jiwa). Hal itu karena “membenarkan” hanya dapat berlaku jika dihadapkan pada berita saja. Adapun perintah tidak mengandung “membenarkan” karena ia perintah sedangkan Al-Quran (firman Allah) memuat kabar dan perintah. Sehingga sebuah kabar memiliki konsekuensi yaitu pembenaran kabar tersebut sedangkan perintah konsekuensinya adalah penerimaan dan ketundukan terhadap perintah tersebut. Iman adalah amalan hati yang muaranya berupa sikap tunduk dan patuh terhadap perintah walaupun (seorang yang beriman) belum melakukan apa yang diperintahkan. Dengan demikian, apabila kabar berita disambut dengan pembenaran dan apabila perintah disambut dengan ketundukkan maka pokok iman sudah terwujud di dalam hati yaitu berupa kedamaian (jiwa) dan pengakuan. Hal tersebut karena kata iman (الإيمان) diambil dari kata al-amn (الأمن) yang bermakna pengakuan dan kedamaian (jiwa) dan hal itu hanya akan muncul jika sikap membenarkan dan tunduk telah menetap di dalam hati.”

Syaikh Ibn `Utsaimain rahimahullah mengatakan: “kami berpendapat bahwa iman itu adalah (sikap) membenarkan  yang melazimkan sikap menerima dan tunduk yaitu menerima kabar (Allah dan Rasul-Nya) dan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Itulah Iman. Adapun jika hanya sekedar mengatakan “saya beriman kepada Allah, saya mengakui Allah itu ada, saya mengakui bahwa Allah juga memiliki rasul-rasul tapi dia tidak melakukan amal soleh maka iman seperti ini adalah iman yang tidak bermanfaat. Adapun iman yang bermanfaat sebagaimana telah aku sebutkan tadi. Dari sisi bahasa iman terkadang dimaknai hanya sebatas membenarkan dan tidak disertai sikap tunduk dan patuh. Sebagai contoh seperti perkataan seseorang “orang ini beriman (mempercayai) sesuatu tapi kafir terhadap sesuatu yang lain”. Maka ini bukanlah iman secara syar`i. 

PENGERTIAN TAUHID

Tauhid (توحيد) secara bahasa diambil dari kata al-wahdah (الوحدة) yang bermakna menyendiri dan wahhada-yuwahhidu-tahidan (وحد-يوحد-توحيدا) bermakna menjadikan satu. Adapun secara istilah tauhid bermakna mengesakan Allah `azza wajalla dalam  perkara-perkara yang menjadi kehususan Allah `azza wajalla dalam rububiyah, uluhiyah dan nama-nama dan sifat-sifat Allah `azza wajalla. 

Imam Ibn al-Qoyyim rahimahullah mengatakan: “tauhid bukan hanya sekedar mengakui bahwa tidak ada pencipta kecuali Allah, bahwa Allah pengatur dan pemilik segala sesuatu sebagaimana para penyembah berhala juga mengakui hal tersebut dan mereka tetap dinamakan orang-orang musyrik. Akan tetapi tauhid itu mengandung kecintaan terhadap Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya, ikhlas beribadah hanya untuk-Nya, mengharap ridha Allah dalam setiap perkataan dan perbuatan, menolak dan menerima karena Allah serta cinta dan benci pula karena Allah di mana hal-hal tersebut dapat menjadi penghalang antara seseorang dengan sebab-sebab yang akan membuatnya terjatuh dalam kemaksiatan dan terus terjerumus di dalamnya. Maka siapa yang mengetahui hal ini maka ia akan mengetahui maksud perkataan nabi shallallahu `alaihi wasallam: “sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka kepada orang yang mengucapkan “la ilaha illallah” ikhlas mengharap ridha Allah” dan hadis serupa yang membuat bingung sebagian kaum muslimin. Bahkan kebingungan mereka sampai pada anggapan bahwa hadis-hadis tersebut telah dimansukh. Sebagian mereka juga menganggap hadis tersebut datang sebelum turunnya semua perintah dan larangan dan sebelum tetapnya syari`at. Sebagian yang lain memahami api neraka yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah api nerekanya orang-orang musyrik dan kafir. Ada juga yang menakwilkan bahwa maksud tidak akan masuk neraka di dalam hadis tersebut adalah tidak kekal di dalamnya serta takwil buruk lainnya.

Pemahamn yang benar adalah bahwa hadis tersebut tidak berlaku bagi orang yang hanya mengucapkan dengan lisannya saja. Karena hal tersebut sangat bertentangan dengan apa yang sudah maklum dari agama Islam. Jika tauhid itu hanya sebatas lisan maka orang-orang munafik juga telah mengatakannya dengan lisan mereka dan mereka adalah orang-orang yang mengingkari tauhid sehingga mengakibatkan mereka berada di bagian paling dasar neraka. Maka harus ada kesamaan antara apa yang diucapkan oleh lisan dengan apa yang ada di dalam hati.

 

Sumber https://dorar.net

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama