Ketika seorang istri dihadapkan pada
pilihan untuk bercerai dalam bentuk dan alasan syar`i sekalipun, saya berharap
agar ia memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama, keputusan ini tidak boleh didasarkan pada
keuntungan sementara yang diharapkan setelah perpisahan.
Kedua, keputusan ini tidak boleh didasarkan pada
dorongan orang lain, apapun motifnya.
Ketiga, Bahwa orang-orang yang menasihatinya dalam
mengambil keputusan yang sangat berbahaya bagi masa depannya, masa depan
anak-anaknya, keluarga, dan masyarakat ini, hendaknya bukan orang-orang yang
tidak memiliki keahlaian dan pengalaman sama sekali dalam pembinaan keluarga, meskipun
termasuk orang-orang terdekatnya, atau bahkan para pengacara yang tidak
berpengalaman.
Keempat, Alasan keputusan ini tidak boleh dilandasi
keinginan untuk balas dendam, tekanan psikologis sementara, atau fakta bahwa
suami melakukan sesuatu yang tidak ia sukai. Karena itu adalah emosi yang pada
akhirnya akan mereda dan menghilang.
Kelima, Memberikan kesempatan terakhir bagi suami untuk menyetujui rencana untuk membenahi hubungan rumah tangga melalui para ahli dalam konseling keluarga, dan dia juga menerima apa yang disarankan oleh konselor spesialis tersebut. Jika suaminya menolak, dia dapat memutuskan apa yang dia anggap perlu. demi kepentingan kesehatan psikologisnya dan kepentingan anak-anaknya.
Hanya Allah `azza wajalla yang memberi taufik dalam setiap kebaikan.
Dr Khaled Al-Halibi